Senin, 26 Januari 2009

Ciri-Ciri Ulama

Kategori: Aliran
Ciri-Ciri Ulama

Oleh Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
Rabu, 09 Juli 2008 - 20:17:20
Hit: 704


Siapa yang dinamakan Ulama?
Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.” (Kitabul ‘Ilmi hal. 147)
Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 31)
Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan: “Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat-sifat orang alim mayoritasnya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang yang tidak berilmu. Oleh karena itu banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hal. 8)
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman:

إِنَّماَ يَخْشَى اللهَ مِنْ عِباَدِهِ الْعُلَمآءُ

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)

Ciri-ciri Ulama
Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan muslimin dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat hingga masa kita sekarang.
Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.
a. Sebagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu pelembut hati.
b. Sebagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realita hidup dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa petunjuk ilmu.
c. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah kutu buku, meskipun tidak memahami apa yang dikandungnya sebagaimana yang dipahami generasi salaf.
d. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan alasan mendakwahi manusia. Mereka mengatakan kita tidak butuh kepada kitab-kitab, kita butuh kepada da’i dan dakwah.
e. Sebagian muslimin tidak bisa membedakan antara orang alim dengan pendongeng dan juru nasehat, serta antara penuntut ilmu dan ulama. Di sisi mereka, para pendongeng itu adalah ulama tempat bertanya dan menimba ilmu.
Di antara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)
2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”
4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)
5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ

“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذَا جآءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوْا بِهِ وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنًهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطاَنَ إِلاَّ قَلِيْلاً

“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)
7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ آمَنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أَوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذِا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأًذْقاَنِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحاَنَ رَبِّناَ إِنْ كاَنَ وَعْدُ رَبِّناَ لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقاَنِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً

“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi]
Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari Al-Quran dan As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.

Contoh-contoh Ulama Rabbani
Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka.
1. Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.
2. Generasi tabiin dan di antara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal setelah tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H), ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin ‘Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).
3. Generasi atba’ at-tabi’in dan di antara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza’i (107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198 H), Ismail bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu’man (150 H).
4. Generasi setelah mereka, di antara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki’ bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203 H), Abdurrahman bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H), ‘Affan bin Muslim (219 H).
5. Murid-murid mereka, di antara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).
6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim (277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan An-Nasai (303 H).
7. Generasi setelah mereka, di antaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).
8. Generasi setelah mereka, di antaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.
9. Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz,Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dan selain mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita. Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf. (Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama)
Wallahu a’lam

Sumber :
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_on


Diperbolehkan mengkopi artikel dengan menyertakan sumbernya.

TRAGEDI INI MERUPAKAN PERTANDA AKAN DATANGNYA KEBAIKAN BAGI KAUM MUSLIMIN

http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=293

Kategori: Khutbah


Oleh Mufti Saudi Arabia Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh
Rabu, 14 Januari 2009 - 12:37:50
Hit: 1016


Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh Mufti Negara Kerajaan Dan Ketua Perkumpulan Ulama Besar berkata;

Bahwa pada kisah Nabi Musa Alaihissalaam dengan Fir’aun terdapat banyak pelajaran yang ajaib, yang menjelaskan kepada setiap penyeru ke jalan Allah, bahwa bagaimanapun kejahatan dilancarkan tipu daya dan persekongkolannya dan bagaimanapun berkuasanya kejahatan, seorang muslim tetap mengupayakan dakwah ke jalan Allah dengan penuh keyakinan dan harapan bahwa Allah akan membela agama-Nya dan menampakkan kalimat-Nya. Dan bagaimanapun dahsyatnya kejahatan sesungguhnya yang demikian itu tidak membuat surut seorang muslim dari jalan kebenaran dan berdakwah ke jalan-Nya.
Dan pada kisah ini juga terdapat penghibur bagi seorang mu’min bahwa Allah akan memenangkan agama-Nya dan menampakkan kalimat-Nya dan bahwa pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan kepada pihak-pihak yang berlarut-larut di dalam kesesatan mereka dan kesewenang-wenangan mereka, hendaknya segera mereka sadar sebelum tidak ada lagi kesempatan. Dan bahwa siapa saja yang berjalan di atas garis Fir’aun yan terlaknat –yang kufur kepada Allah dan membunuhi para wali-Nya-, maka jalannya adalah jalan Fir’aun. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman tentang Fir’aun:
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Qs. Al Qashash: 4)
Dan apabila kita memperhatikan peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita seagama di Gaza Palestina dan apa-apa yang menimpa mereka dari pembunuhan, pengusiran, tindak kesewenang-wenangan, permusuhan, penindasan dan kebrutalan yang tidak pernah ada di dalam sejarah, ini adalah peristiwa yang menyakitkan, luka-luka yang memilukan, ini adalah penyiksaan yang besar dan senjata-senjata canggih yang menghantam senjata-senjata lemah yang tidak mampu dan tidak memiliki kekuatan selain kekuatan hati-hati mereka dan kesabaran dan ketabahan mereka di hadapan tantangan yang luar biasa ini dan di hadapan kebrutalan yang sadis ini, seseorang akan mengetahui bahwa kedzaliman pasti ada batasannya, dan bagaimanapun dahsyatnya suatu kedzaliman dan bagaimanapun suatu kedzaliman berbuat pastilah ada ajalnya. Sesungguhnya Allah telah menghukum Fir’aun dan mencabut kekuasaan dan kerajaannya dan menenggelamkannya di lautan dan membinasakannya. Sesungguhnya Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Sesungguhnya kedzaliman dan tindak kesewenang-wenangan ini, (tragedi) yang tidak ada sisi benarnya sama sekali, merupakan pertanda akan suatu kebaikan yang dinanti-nanti seorang muslim. Maka wajib bagi setiap muslim untuk berbaik sangka kepada Rabb-nya dan menyadari bahwa tragedi ini merupakan putusan Allah dan takdir dari-Nya.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ* لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Luhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Qs. 57: 22-23)
Sesungguhnya kemenangan itu ada di Tangan Allah! Kemenangan itu ada di Tangan Allah!
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
“Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu Karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakkal”. (Qs. 3:160)
Sesungguhnya hal ini merupakan tragedi yang benar-benar menyakitkan seorang muslim apabila dia mendengarnya atau menyaksikannya, dia akan menyaksikan kebatilan.

Beliau menambahkan: Kemana HAM dan PBB kemana perginya mereka di hadapan kedzaliman dan kesewenang-wenangan ini. Ini semua semakin meyakinkan bahwa musuh-musuh Islam senantiasa bersekongkol dalam satu barisan di hadapan agama ini dan di hadapan akidah ini.
Maka bersabarlah ummat Islam di atas agama mereka dan bantulah saudara-saudara mereka dengan doa agar mengokohkan pijakan-pijakan mereka dan memperbaiki hati-hati mereka dan menyatukan kalimat mereka dan hendaknya mereka membantu saudara-saudara mereka dengan apa saja yang ia mampu dari bantuan-bantuan, sesungguhnya mereka dalam kondisi sangat membutuhkan bantuan.
Sesungguhnya ini merupakan bukti akan persatuan ummat dan bahu-membahunya mereka dengan saudara-saudara mereka. Karena kaum mukminin bagaikan bangunan yang saling kuat menguatkan dan bagaikan satu tubuh apabila satu anggota tubuh ada yang sakit seluruh tubuh ikut merasakan panas dan bergadang. Dan Maha Benar Allah:
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik”. (Qs. Al Maidah: 82)
Mereka orang-orang Yahudi yang mengingkari risalah Nabi mereka Musa Alaihissalam dan melakukan berbagaimacam kebatilan, mereka adalah musuh segenap makhluk, Allah berfirman;
كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَادًا وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (QS. 5:64)
Maka wajib bagi setiap muslim untuk kembali kepada Allah dan bertaubat dari segenap dosa dan kemaksiatan. Dan wajib bagi saudara-saudara kita di Palestina untuk bersatu dan menyatukan hati dan berdiri dengan kuat dan bersatu di hadapan tantangan besar ini maka semoga Allah mendatangkan keputusan dari sisi-Nya dan semoga Allah memberi jalan keluar dari kondisi ini dan mengangkat bencana ini sesungguhnya Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.


Ceramah ini dikutip dari khutbah beliau di Masjid Al Imam Turki bin Abdillah di Riyadh hari Jum’at 5/1/1430 H, pada ceramah ini beliau berbicara tentang hijrah nabawiyah, sebab-sebab dan hasil-hasilnya dan juga tentang hari ‘Asyura dan kisah Nabi Musa dengan Fir’aun serta pelajaran-pelajaran dan ibrah darinya.
سماحة المفتي عبد العزيز آل الشيخ:
إن هذا الظلم والعدوان على غزة هو مؤشرٌ لخيرٍ ينتظره المسلمون

قال سماحة الشيخ عبد العزيز بن عبد الله آل الشيخ مفتي عام المملكة ورئيس هيئة كبار العلماء، أن في قصة موسى عليه السلام مع فرعون عبر عجيبة تبين للداعي إلى الله أن الشر مهما حصلت مكائده ومؤامراته وتسلطه فالمسلم يعمل للدعوة إلى الله وكله يقين وأمل أن الله ناصر دينه ومعلن كلمته ومهما بلغ الشر مبلغه فإن ذلك لا يوقف المسلم عن طريق الخير والدعوة إلى الله، وفيها أيضا قرة عين المؤمن أن الله ناصر دينه ومعلن كلمته، وأن في ذلك لتنبيه للمتمادين في ضلالهم وطغيانهم لينتبهوا قبل فوات الأوان، وأن من سار على طريق فرعون اللعين -الذي كفر بالله وقتل أولياءه- فطريقه طريق فرعون بتوفيق من الله. قال جل وعلا عن فرعون: (إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ).
وإذا ما نظرنا للأحداث الجارية في غزة مع إخواننا في الإسلام إخواننا في فلسطين، وما يجري عليهم من قتل وتشريد وظلم وعدوان وطغيان وتسلط ووحشية ما عرف التاريخ لها مثلا من شاهد، هذه الأحداث المؤلمة، وهذه الجراحات المؤلمة، وهذا العذاب العظيم، وهذه المعدات المتطورة تصب على أيدي عزل من السلاح لا قدرة ولا قوة معهم إلا قوة قلوبهم وثباتهم وصبرهم أمام هذه التحديات العظيمة وهذه الوحشية العظيمة، يعلم أن الظلم لا بد له من نهاية وأن الظلم مهما بلغ أهله ومهما نالوا فلا بد للظلم من نهاية؛ إن الله عاقب فرعون فأشتد ملكه ودولته وأغرقه في البحر وقضى عليه؛ فهو قادر جل وعلا على كل شيء.
إن هذا الظلم والعدوان الذي لا مبرر له إنما هو مؤشر لخير ينتظره المسلم، وعلى المسلم أن يحسن الظن بربه، ويعلم أن هذا لقضاء وقدر من الله: (مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ* لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ)، إن النصر بيد الله، إن النصر بيد الله : (إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ).
إنها أمور تؤلم المسلم حقا إذا سمعها أو شاهدها يرى الباطل. وأضاف سماحته متسائلاً: أين حقوق الإنسان والمنظمات الدولية أين حقوق الإنسان وأين المنظمات الدولية أمام هذا الظلم والعدوان؛ مما يعطي شعورا أن أعداء الإسلام دائما على اجتماع واتفاق ضد هذا الدين وضد هذه العقيدة، فليثبت المسلمون على دينهم وليمدوا إخوانهم بدعاء الله لهم لتثبيت أقدامهم وإصلاح قلوبهم واجتماع كلمتهم وأن يمدوهم بما يستطيعون من المدد فإنهم في غاية الحاجة لكل مساعدة. إن هذا دليل على التحام الأمة وتعاونها مع إخواننا فالمؤمنون كالبنيان يشد بعضه بعضا وكالجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر وصدق الله: (لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا)، هؤلاء اليهود الذي يتنكروا لرسالة نبيهم موسى عليه السلام، وأتوا بكل باطل، وهم أعداء الخلق عموما قال جل وعلا: (كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَادًا وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ)، وعلى المسلم أن يلجأ إلى الله والتوبة من الذنوب والمعاصي، وعلى إخواننا في فلسطين اجتماع الكلمة، وتآلف القلوب، والوقوف بحزم والتحام أمام هذه التحديات العظيمة فعسى الله أن يأتي بأمر من عنده وعسى الله أن يفرج الحال ويكشف الضر إنه على كل شيء قدير.
جاء ذلك في خطبة سماحة المفتي آل الشيخ بجامع الإمام تركي بن عبد الله بالرياض يوم الجمعة5/1/1430هـ والتي تحدث فيها سماحته عن الهجرة النبوية أسبابها وآثارها، وعن عاشوراء، وقصة موسى مع فرعون والعبر والدروس المستفادة منها.
رد مع اقتباس


Sumber :
www.sahab.net


Diperbolehkan mengkopi artikel dengan menyertakan sumbernya.

Palestina : Sebab Kelemahan Umat Islam

http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=298


Kategori: Nasihat

Oleh Abu Abdillah Sofyan
Minggu, 25 Januari 2009 - 22:25:42
Hit: 135

Sejatinya kaum Muslimin adalah ummat yang kuat dan mulia serta berwibawa dan disegani oleh orang-orang kafir. Sebagaimana hal ini dengan jelas ditunjukkan dalam sejarah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabatnya radhiyallahu’anhum serta beberapa generasi ummat Islam setelahnya yang tetap konsisten dalam berpegang teguh dengan Sunnah Beliau shallallahu’alaihi wa sallam. Bahkan sebulan sebelum Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan pasukannya sampai di tempat musuh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan dalam hati musuh rasa takut dan gentar terhadap kaum Muslimin. Dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ
“…Aku ditolong (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan kegentaran pada musuh dari jarak sebulan perjalanan..” (Muttafaqun’alaihi).
Namun apa yang kita saksikan hari ini, sungguh jauh kenyataan kaum Muslimin dari kejayaan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabatnya radhiyallahu’anhum, sehingga sangat layak untuk kita bertanya-tanya, masihkah kita berjalan di atas jalan Beliau shallallahu’alaihi wa sallam dalam beragama, yang dengan sebab itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan dan menolong kaum Muslimin!?
Tragedi Palestina saat ini dengan korban lebih dari 1000 kaum Muslimin yang meninggal dan lebih dari 5000 orang terluka akibat pembantaian kaum Yahudi, pada saat yang sama milyaran kaum Muslimin yang tersebar dari tanah Arab sampai ke seluruh dunia, tidak ada yang mampu untuk menyelamatkan saudara-saudaranya di bumi Palestina dengan segera, dan ini hanyalah salah satu gambaran dari akibat kelemahan kaum Muslimin. Dimanakah kini Umar bin Khattab yang dulu membebaskan Palestina dari tangan pasukan kuffar!? Dimanakah Khalid bin Walid dan Sa’ad Bin Abi Waqqash!? Dimanakah para pahlawan yang dibina oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang konsisten dengan sunnah Beliau!? Adakah diantara kita yang masih mengikuti jalan mereka!?
Padahal, kalau kita mau melihat kembali kepada Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, sesungguhnya Beliau shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan hakekat kelemahan dan terhinanya kaum Muslimin serta solusi untuk kembali kuat dan mulia.
Dalam hadits Tsauban radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
)يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا(. فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ )بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ( فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ )حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ(
“Hampir-hampir ummat-ummat (yang kafir) menguasai kalian seperti berkerumunnya orang-orang memperebutkan makanan”, maka berkatalah seseorang, “apakah karena sedikitnya kita (kaum Muslimin) ketika itu?”, Beliau bersabda. “bahkan kalian pada waktu itu banyak jumlahnya, akan tetapi kalian seperti buih banjir, dan Allah menghilangkan kewibawaan kalian dari hati-hati musuh kalian serta melemparkan ke dalam hati-hati kalian kelemahan”, maka berkata seseorang, “wahai Rasulullah apakah penyebab kelemahan tersebut?”, Beliau bersabda, “cinta dunia dan benci pada kematian”. (HR. Abu Daud 4/4299, ‘Aunul Ma’bud 11/273, dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah no.958).
Dari hadits ini kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya di antara sebab kehinaan kaum Muslimin adalah kecintaan kepada dunia. Sehingga dengan sebab itu, lalailah mereka dari mengingat Allah Ta’ala, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, bahkan terkalahkan kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala oleh kecintaan kepada dunia. Berkata al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, “tidak akan masuk di dalam hati seseorang kecintaan kepada Allah Ta’ala jika ada dalam hatinya kecintaan kepada dunia, kecuali seperti masuknya onta ke lubang jarum”. (Al Fawaa-id, hal. 98).
Juga dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika kalian telah melakukan jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian memegang ekor-ekor sapi, serta ridho dengan pertanian, dan meninggalkan jihad, maka Allah Ta’ala akan menimpakan kehinaan atas kalian, Dia tidak akan mengangkat kehinaan tersebut dari kalian, sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Daud 3/3464, dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shohihah no.11).
Berkata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah, “dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang solusi dan obat atas musibah yang menimpa kaum Muslimin berupa kehinaan yang telah menguasai seluruh kaum Muslimin, (tidak ada yang selamat dari kehinaan ini) kecuali sedikit dari mereka yang senantiasa berpegang teguh dengan agama. Sungguh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam hadits ini penyakit yang menimpa kaum Muslimin yang dengan sebab itu Allah Ta’ala menghinakan mereka, kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan kepada mereka obat dan jalan selamat dari kehinaan tersebut”.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini tiga sebab kehinaan kaum Muslimin. Pertama, melakukan jual beli dengan cara ‘inah. Ini adalah salah satu bentuk jual beli yang terlarang dalam Islam karena mengandung riba’ di dalamnya. Padahal betapa banyak praktek-praktek riba’ yang kini merebak di tengah-tengah kaum Muslimin. Diantara yang paling banyak tersebar adalah riba’ qordh, yaitu riba’ dalam hutang piutang yang distilahkan dengan “bunga”, yaitu seorang meminjam dengan syarat dikembalikan melebihi dari jumlah pinjamannya, atau seorang pemberi pinjaman mengambil manfaat dari piutang yang dia berikan kepada peminjam.
Dan yang penting untuk dipahami –sebagaimana yang dijelaskan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah- bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyebutkan jual beli dengan cara ‘inah ini hanyalah sebagai contoh, bukan pembatasan. Yaitu satu contoh dari sekian banyak pelanggaran syari’ah dan perkara-perkara haram yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Padahal masih banyak penyimpangan-penyimpangan dalam agama yang dilakukan oleh kaum Muslimin hari ini yang lebih besar dosanya dari riba’, seperti mendatangi kuburan-kuburan untuk berdo’a kepada para penghuni kubur tersebut, mempercayai perdukunan dan peramalan, dan lain-lain yang termasuk kekufuran dan kesyirikan kepada Allah Ta’ala. Maka bagaimana mungkin kaum Muslimin akan ditolong oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam al-Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid menjelaskan diantara hikmah yang bisa dipetik dari kisah dipukulnya pasukan kaum Muslimin pada perang Uhud dengan satu pukulan yang keras oleh kaum Musyrikin adalah karena ketidaktaatan pasukan pemanah terhadap satu saja perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, yaitu untuk tetap berada di atas bukit. Namun mereka turun dari bukit tersebut karena mengira kaum Muslimin telah menang dan mereka lupa dengan perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Maka bagaimana mungkin pada hari ini kaum Muslimin akan menang melawan orang-orang kafir dalam keadaan mereka tidak mentaati banyak sekali perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam!?
Oleh karenanya, solusi dalam hadits ini, yang sungguh sangat mencocoki keadan kaum Muslimin hari ini yang banyak menyelisihi perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam, adalah kembali kepada agama Allah Ta’ala, bukan kembali (secara langsung) ke medan jihad, tetapi persiapan keimanan dan juga persiapan fisik.
Terkhusus untuk masalah Palestina, para Ulama Ahlus Sunnah seperti Asy-Syaikh Bin Baz dan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahumallah telah menasehatkan kaum Muslimin Palestina sejak lama agar mereka berdamai dangan Yahudi atau mereka hijrah ke tempat yang lebih aman. Agar dengan adanya perjanjian damai tersebut atau dengan hijrahnya mereka ke tempat aman, maka mereka lebih punya kesempatan untuk menyiapkan kekuatan keimanan dan kekuatan fisik untuk berjihad melawan Yahudi dan juga demi menjaga keselamatan jiwa-jiwa kaum Muslimin yang belum siap melawan kekuatan Yahudi yang didukung oleh kekuatan kafir Internasional dan telah terbukti sebelumnya tidak mampu dikalahkan oleh koalisi Arab sekalipun.
Sebagaimana strategi ini digunakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tatkala Beliau shallallahu’alaihi wa sallam berdamai dengan kaum Musyrikin, orang-orang yang lebih buruk aqidahnya dari Yahudi, yaitu pada perjanjian Hudaibiyah, dan Beliau shallallahu’alaihi wa sallam telah hijrah ke Madinah, meninggalkan kota Makkah, bumi yang lebih mulia dari bumi Palestina, semua itu demi mempersiapkan kekuatan kaum Muslimin dengan kekuatan iman dan kekuatan fisik.
Namun sangat disayangkan, nasehat para Ulama Ahlus Sunnah, oleh Hizbiyyun (fanatikus golongan) malah dituduh sebagai sikap lemah dan tunduk pada Yahudi, bahkan lisan-lisan jahat mereka sampai menuduh para Ulama Ahlus Sunnah sebagai antek-antek Zionis, yang tidak mengerti waqi’, yang ilmunya hanya sebatas pembahasan haid dan nifas kata mereka. Maka terjadilah apa yang terjadi pada hari-hari ini. Membuktikan kepada kita, para Ulama Ahlus Sunnah, dengan ilmu yang mereka miliki lebih mengerti tentang fiqhul waqi’ dari pada kalian wahai Hizbiyyun Harokiyyun!
Kedua, kesibukan mengumpulkan harta dunia yang melalaikan dari kewajiban beribadah kepada Allah Ta’ala. Hal ini diungkapkan dengan kinayah oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “jika kalian telah memegang ekor-ekor sapi, dan ridho dengan pertanian”. Inilah sesungguhnya salah satu sebab kehancuran kaum Muslimin, ketika mereka lalai dari sebagian bahkan seluruh kewajiban mereka dalam beribadah kepada Allah Ta’ala disebabkan karena kesibukan mengejar dunia yang sedikit ini dan berlomba-lomba dalam kemewahan, padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan perkara ini dalam sabda Beliau:
مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku takuti menimpa kalian, akan tetapi yang aku takutkan adalah dibentangkannya dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas ummat sebelum kalian, maka kalianpun berlomba-lomba mengejar dunia sebagaimana mereka melakukannya, sehingga dunia membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Ketiga, meninggalkan jihad. Perkara ini juga hanyalah merupakan contoh dari berbagai kewajiban agama yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin. Sedangkan kewajiban agama yang paling tertinggi adalah mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan beribadah hanya kepada-Nya, mengikhlaskan agama hanya bagi-Nya dan menjauhi segala macam bentuk kesyirikan dan kekufuran.
Maka ketika penyakit-penyakit ini telah mewabah dalam tubuh kaum Muslimin, Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan kehinaan kepada mereka sebagai akibat dari kezhaliman mereka sendiri. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Penyayang dan Maha Hikmah, melalui lisan Nabi-Nya yang mulia shallallahu’alaihi wa sallam, sesungguhnya telah menjelaskan solusi untuk kembali kepada kejayaan kaum Muslimin dan terangkatnya kehinaan ini dengan “kembali kepada agama-Nya”.
Sedangkan ajaran agama yang diinginkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bukanlah yang telah disimpangkan oleh kelompok-kelompok sesat, tetapi agama yang diturunkan-Nya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, yang kemudian dipahami dengan baik dan diamalkan oleh para sahabat rhadiyallahu’anhum. Yaitu ajaran yang bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan pemahaman para Sahabat rhadiyallahu’anhum.
Hal ini ditegaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيل تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّة , وَتَفْتَرِق أُمَّتِي عَلَى ثَلَاث وَسَبْعِينَ مِلَّة , كُلّهمْ فِي النَّار إِلَّا مِلَّة وَاحِدَة , قَالُوا : مَنْ هِيَ يَا رَسُول اللَّه ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي "
“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah menjadi 72 golongan, dan ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu”, para sahabat bertanya, “siapakah mereka wahai Rasulullah?”, Beliau bersabda, “yang mengikuti aku dan para sahabatku”. (HR. Tirmidzi no. 2641, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykah no.171 pada tahqiq kedua).
Hadits ini juga menjelaskan sebab dan solusi atas perpecahan ummat Islam, bahwa perpecahan ummat dikarenakan ketika sebagian mereka mengikuti selain jalannya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabatnya radhiyallahu’anhum. Maka solusinya adalah kembali ke jalan tersebut. Sedangkan persatuan yang Allah Ta’ala inginkan adalah persatuan di atas kebenaran, tidak sekedar asal ngumpul.
Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk kembali kepada agama Allah Ta’ala, yaitu dengan kembali mempelajari dan mengamalkan ilmu al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan pemahaman Sahabat radhiyallahu’anhum. Wallohul Musta’an.
(Syarah hadits kedua, yakni hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma disarikan dari makalah Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah yang berjudul, “Asbaabu Tasalluthidz Dzulli ‘alal Muslimin [filisthiina-mitsaalan]”, sebab-sebab tertimpanya kehinaan atas kaum Muslimin -Palestina sebagai misal-).






Sumber :
-


Diperbolehkan mengkopi artikel dengan menyertakan sumbernya.

Minggu, 18 Januari 2009

Bagaimana Seharusnya Beragama

Mana yang lebih jernih, air dari sumber atau air di hilir ?

Senin, 12 Januari 2009

KOPERASI ASSUNNAH

KOPERASI SERBA USAHA "ASSUNNAH"


Latar Belakang

Alhamdulillah,beberapa tahun terakhir ini perkembangan dakwah Assunnah berkembang cukup pesat di wilayah Sidoarjo dan Surabaya sekitarnya yang juga ditandai dengan semakin banyaknya ikhwan dan akhwat (i&a) yang aktif dalam kegiatan Assunnah.

Semakin banyaknya jumlah ia tersebut juga memunculkan prospek bisnis yang semakin bagus, antara lain:

  1. Pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari a.l. beras, gula, pakaian,dll.
  2. Pulsa HP
  3. Buku/kitab
  4. dll.

Dengan semangat ukhuwah yang tinggi, insya Alloh i&a akan dengan senang hati apabila pemenuhan kebutuhan-kebutuhan di atas dapat dipenuhi oleh suatu lembaga bisnis yang merupakan milik bersama dari i&a dan akhwat sendiri.

Untuk itu,insya Alloh akan sangat baik kalau i&a bersepakat untuk membentuk lembaga bisnis yang dimiliki dan dikelola sendiri oleh i&a.


Konsep Koperasi Assunnah


Koperasi ini harus bebas dari unsur riba dan memenuhi asas keadilan, sehingga perlu diatur sbb :

  • Koperasi bergerak di bidang usaha, dan
  • Untuk sementara hanya ada simpanan dan tidak ada jasa peminjaman
  • Untuk membantu anggota yang memerlukan, maka diadakan baitul maal dari sebagian keuntungan